Pentingnya Etika Bermedia Sosial

oleh Zihal Salman Nibrash (235211170) 

Di era digital saat ini, media sosial merupakan bagian yang cukup penting dari kehidupan sehari-hari. Dengan satu kali klik saja, kita bisa berbagi cerita, berkomunikasi dengan orang lain, bahkan kita bisa menyuarakan pendapat atau berkomentar tanpa halangan apapun. Akan tetapi, apakah kita semua sudah tahu dan paham akan tanggung jawab kita dalam menggunakan media sosial?. Dalam berkomunikasi di media sosial, kita harus menerapkan etika komunikasi. Karena etika komunikasi adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang positif dan aman.

Namun saat ini, penggunaan media sosial justru sering memicu terjadinya penyimpangan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Ujaran kebencian, sebaran berita palsu, cyber bulliying. beredarnya foto/ video yang mengandung unsur SARA, kekerasan yang tidak layak di pertontonkan (Khairani, 2024). Hal tersebut tidak hanya melukai orang lain, tetapi juga menciptakan atmosfer digital yang tidak sehat. Pada akhirnya media sosial justru menjadi wadah yang kurang berguna. Padahal, apabila kita bijak dan beretika dalam menggunakan media sosial, maka akan memberikan manfaat positif dari media sosial tersebut. Di sinilah pentingnya menerapkan etika dalam berkomunikasi di media sosial.

Peran dan Tantangan Etika Komunikasi

Era digital menghadirkan media sosial sebagai ruang untuk berbagi informasi, berinteraksi, dan menyalurkan ekspresi diri. Namun, kebebasan ini sering disalahgunakan, menyebabkan penyebaran ujaran kebencian, berita palsu, dan cyberbullying. Fenomena ini menunjukkan pentingnya etika komunikasi dalam menjaga harmoni interaksi digital dan memastikan media sosial menjadi ruang yang aman dan produktif (Rianto, 2019).

Etika komunikasi berfungsi sebagai pedoman untuk berinteraksi secara bertanggung jawab, menjunjung norma-norma sosial, dan menghormati perbedaan. Etika komunikasi mencakup penghormatan terhadap ide, perasaan, dan integritas orang lain serta objektivitas dalam menyampaikan pendapat (Haryatmoko, 2007). Dalam konteks media sosial, penerapan etika ini membantu mencegah penyebaran konten negatif dan menciptakan lingkungan digital yang sehat.

Era post-truth memperburuk tantangan etika di media sosial. Informasi sering kali disajikan untuk memanipulasi emosi daripada memberikan fakta. Akibatnya, opini publik dibentuk oleh kepercayaan pribadi, bukan data yang valid. Dalam konteks ini, pentingnya literasi digital semakin besar untuk mengenali dan memfilter informasi palsu (Rianto, 2019).

Dampak Ketidakhadiran Etika dalam Media Sosial

Ketidakhadiran etika dalam penggunaan media sosial dapat membawa berbagai dampak negatif, di antaranya:

1.                         1. Penyebaran Ujaran Kebencian dan Kekerasan Verbal di Media Sosial

Ujaran kebencian (hate speech) adalah segala bentuk ekspresi yang mendorong diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan terhadap individu atau kelompok berdasarkan atribut tertentu seperti ras, agama, gender, atau orientasi seksual (Gagliardone et al., 2015). Di media sosial, ujaran kebencian sering kali disampaikan melalui teks, gambar, atau video yang bertujuan merendahkan atau menyerang orang lain secara langsung maupun tidak langsung.

Ketika norma etika diabaikan, media sosial sering menjadi sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian, diskriminasi, dan kekerasan verbal. Hal ini tidak hanya merugikan individu tetapi juga merusak harmoni sosial (Haryatmoko, 2007). Kekerasan verbal di media sosial merujuk pada penggunaan kata-kata yang menghina, merendahkan, atau menyakiti perasaan orang lain. Berbeda dengan ujaran kebencian, kekerasan verbal bisa terjadi tanpa melibatkan kelompok atau motif diskriminatif tertentu, tetapi tetap berdampak negatif terhadap korban.

2. Penyebaran Informasi Palsu (Hoaks)

Media sosial telah menjadi salah satu sumber utama informasi di era digital. Namun, kebebasan berbagi informasi sering kali disalahgunakan untuk menyebarkan berita palsu atau hoaks. Hoaks adalah informasi yang salah atau menyesatkan yang sengaja dibuat untuk memengaruhi opini publik, menciptakan konflik, atau mencapai tujuan tertentu. Penyebarannya dipicu oleh berbagai faktor, seperti kurangnya literasi digital masyarakat, algoritma media sosial yang membatasi akses informasi berbeda (echo chamber), dan kebiasaan pengguna yang cenderung tidak memverifikasi informasi sebelum membagikannya (Ihsani & Febriyanti, 2021).

Dampak dari penyebaran hoaks tidak hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga kerugian material dan immaterial. Misalnya, hoaks dapat merusak reputasi individu atau perusahaan dan bahkan menimbulkan konflik horizontal berbasis SARA. Untuk mengatasi masalah ini, edukasi literasi digital diperlukan agar masyarakat mampu mengenali dan menangkal informasi palsu. Selain itu, pemerintah dan platform media sosial harus berperan aktif dalam mengawasi dan menghapus konten hoaks secara efektif (Setyowati & Indriastuti, 2021).

1.                         3. Cyberbullying dan Efek Psikologis

Cyberbullying adalah tindakan intimidasi, penghinaan, atau pelecehan yang dilakukan melalui platform digital seperti media sosial, aplikasi pesan instan, atau forum daring. Bentuknya bisa berupa komentar negatif, penyebaran rumor, pengungkapan informasi pribadi tanpa izin, atau bahkan ancaman (Hinduja & Patchin, 2019). Dampak yang paling sering ditemukan adalah kecemasan, depresi, dan stres. Remaja yang menjadi korban cyberbullying sering merasa terisolasi dan rendah diri. Hal ini mengarah pada penurunan motivasi belajar dan gangguan dalam hubungan sosial mereka. Misalnya, penelitian oleh Suryanto & Rahayu (2021) menunjukkan bahwa 40% remaja yang menjadi korban cyberbullying melaporkan perasaan cemas dan sulit tidur sebagai efek dari intimidasi daring yang mereka alami. Selain itu, korban cyberbullying juga dapat mengalami gangguan psikologis yang lebih serius, seperti trauma psikologis yang berkepanjangan (Putra & Ginting, 2020).

Kesimpulan

Penggunaan media sosial di era digital saat ini memberikan banyak manfaat, seperti kemudahan dalam berkomunikasi dan berbagi informasi. Namun, kebebasan ini juga membawa tantangan besar dalam hal etika komunikasi. Ketidakhadiran etika dalam berinteraksi di media sosial dapat memicu berbagai dampak negatif, seperti penyebaran ujaran kebencian, hoaks, dan cyberbullying. Ujaran kebencian dan kekerasan verbal dapat merusak harmoni sosial dan menimbulkan diskriminasi, sementara penyebaran informasi palsu berpotensi menciptakan kebingungan dan konflik. Cyberbullying, di sisi lain, memberikan dampak psikologis yang serius pada korban, terutama pada remaja yang sering kali merasa terisolasi dan rendah diri.

Penerapan etika komunikasi yang baik di media sosial sangat penting untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat, aman, dan produktif. Edukasi literasi digital kepada masyarakat dan pengguna media sosial harus menjadi prioritas untuk menangkal dampak negatif ini. Pengguna media sosial perlu memahami tanggung jawabnya dalam menyebarkan informasi dan berinteraksi dengan orang lain secara etis, serta memverifikasi kebenaran informasi sebelum membagikannya. Dengan demikian, media sosial dapat berfungsi sebagai sarana yang bermanfaat bagi perkembangan sosial dan intelektual, serta menciptakan ruang yang aman bagi setiap individu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bisnis Plan

FENOMENA HUJAN: STUDI KASUS AIR MATA PENGANTIN

 FENOMENA HUJAN: STUDI KASUS AIR MATA PENGANTIN Tak terasa tahun 2024 akan segera berakhir. Waktunya melakukan tradisi tahunan, yaitu mengev...