Penemuan Ide Bisnis
Sesuai judulnya, Kami memulai usaha ini berawal dari tantangan yang diberikan dosen Kewirausahaan yaitu Ibu Sri Haryanti, S.E, M.M. Beliau menugaskan Kami untuk membuat sebuah produk yang nantinya bisa Kami kembangkan lebih lanjut dan menjadi sebuah usaha yang besar. Tidak hanya itu, beliau juga mengajarkan Kami untuk bermimpi besar dan selalu siap untuk
menerima tantangan.
Berawal dari itu, Kami berlima yang terdiri dari Aisyah Apriliani Lestari, Riries Restu Ningsih, Filistian Ningrum Sekar Widia Sari, Novi Fitriani, dan Meylana Ambarsari mulai mencari ide, produk apa yang akan Kami jual dan yang nantinya bisa kami kembangkan ke depannya. Kami mulai berdiskusi dan timbul ide untuk membuat produk makanan. Setelah berdiskusi Kami mulai mencari referensi makanan apa yang sedang trend saat ini, kemudian terkumpul beberapa referensi seperti mie jebew, nasi cokot, dan nasi bakar. Kami mengambil referensi tersebut karena menurut Kami generasi sekarang lebih menyukai makanan yang gurih dan pedas. Akhirnya, dibuatlah polling di grup WhatsApp agar masing-masing dari Kami dapat menentukan makanan apa yang akan dibuat untuk tugas kewirausahaan ini. Setelah semuanya memilih, Kami semua sepakat untuk membuat nasi cokot. Kami memilih nasi cokot selain karena kesepakatan bersama, juga karena menurut Kami nasi cokot adalah makanan yang mengenyangkan dan ramah di kantong.
Uji Coba Nasi Cokot
Sebelum melakukan uji coba makanan yang akan kami produksi, Kami berdiskusi terlebih dahulu tentang bahan apa saja yang diperlukan untuk membuat nasi cokot, di mana kami akan membuatnya, dan bagaimana cara pembuatannya. Setelah diskusi yang cukup panjang, Kami sepakat untuk membuat nasi cokot di rumah teman Kami Meylana yang bertempat di Klaten. Untuk cara pembuatan nasi cokot dan bahan apa saja yang diperlukan, Kami melihat tutorial dari media sosial dan mendapat masukan dari orang tua Sekar bagaimana cara membuat isian nasi cokot yang enak.
Kami juga mulai membagi tugas agar semua rencana tersusun dengan jelas. Meylana
menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk memasak, Sekar dan Riries berbelanja bahan
masakan di pasar, sedangkan Aisyah dan Novi membeli packaging nasi cokot.
Tiba saatnya Kami melakukan uji coba. Kami berangkat dari Kartasura sekitar pukul 10:00
tepatnya setelah Sekar dan Riries berbelanja di pasar. Setelah sampai di rumah Meylana Kami
membagi tugas dan langsung mengerjakan tugas masing-masing. Dimulai dari Meylana yang
memasak nasi, Sekar merebus ayam untuk isian nasi cokot, Riries dan Novi memotong sayuran,
dan Aisyah meracik bumbu yang nantinya digunakan untuk memasak ayam.
Semua berkutat dengan tugasnya masing-masing hingga pukul 17:00 masakanpun jadi dan
Kami langsung melakukan pengemasan produk sekaligus menghitung HPP. Setelah mengetahui
perhitungan HPP, Kami memutuskan untuk batal memproduksi nasi cokot. Selain karena labanya
yang kecil tidak sepadan dengan modal dan tenaga yang Kami keluarkan, Kami juga kesusahan
dalam proses pengemasan dan pemasaran, karena waktu pemasaran berdekatan dengan bulan
puasa sehingga Kami berpikir bahwa konsumen akan cenderung membeli makanan ringan untuk
berbuka. Selain itu juga, harga bahan yang cenderung mahal membuat Kami kesusahan dalam
mengatur modal yang Kami miliki.
Setelah kesepakatan untuk batal memproduksi nasi cokot, terjadi perdebatan di dalam
kelompok Kami. Rupanya teman Kami yaitu Sekar tetap ingin mempertahankan nasi cokot dengan
alasan Kami sudah mengeluarkan banyak waktu dan tenaga sehingga sangat disayangkan jika
harus mengganti produk. Sedangkan teman-teman yang lain berpikir bahwa produksi nasi cokot
memakan waktu yang lama, dan keuntungan yang diperolehpun sedikit. Selain itu berhubungan
juga dengan strategi pemasaran Kami yang akan menjual produk di CFD, Kami berpikir bahwa
nanti Kami akan kesusahan dalam memproduksi nasi cokot mengingat lokasi tempat tinggal Kami
yang berjauh-jauhan. Akhirnya, Sekar pun mengerti dan Kami sepakat untuk mengganti produk
nasi cokot ini.
Perubahan dan Pemantapan Ide Bisnis Puding Lapis
Satu hari setelah kesepakatan pergantian produk tersebut, Kami mulai berdiskusi kembali tentang
produk apa yang menguntungkan, mudah dibuat, dan digemari banyak orang. Kami pun mulai
mencari referensi lagi dan akhirnya pilihan Kami tertuju pada puding lapis. Kami memilih puding
2
lapis tentunya karena salah satu teman Kami, yaitu Novi pernah membuatnya. Sehingga Kami
pikir, diantara Kami sudah ada yang berpengalaman membuat puding lapis sehingga tidak akan
terlalu menyulitkan Kami. Selain itu, modal yang dibutuhkan untuk membuat puding lapis tidak
terlalu besar sehingga Kami dapat mengambil untung dari penjualan puding lapis tersebut.
Kami juga melihat bahwa puding lapis mempunyai peluang yang cukup besar di era
sekarang, karena mulai dari anak kecil, remaja hingga orang dewasa tentunya menyukai makanan
yang manis dan lembut. Setelah mengetahui kelebihan dari memproduksi puding lapis, Kami
mulai menentukan nama brand yang akan Kami gunakan pada produk kali ini. Tiba-tiba muncul
ide dari Sekar untuk menamai produk Kami dengan “Sobat Puding”. Ia beralasan karena Kami
sudah bersahabat sejak dari semester satu, selain itu ia mengatakan jika puding ini bisa menjadi
teman atau sobat bagi konsumen dalam menikmati waktu luangnya. Akhirnya, Kami setuju atas
saran dari Sekar tersebut. Tidak sampai situ, Kami juga mulai berinovasi untuk membuat puding
lapis yang berbeda dari segi bentuk, rasa, dan topping. Kami pun sepakat untuk membuat puding
dengan ukuran besar dan kecil. Untuk ukuran besar, Kami hanya menerima pesanan sehingga tidak
dijual secara langsung. Selain itu, Kami juga menyediakan puding beraneka rasa seperti
strawberry, coklat dan vanilla. Tidak lupa juga dengan varian toping seperti oreo, vla strawberry,
dan vla vanilla.
Uji Coba Puding Lapis
Kami melakukan uji coba puding lapis sebanyak 2 kali. Pertama, Kami membuat puding
lapis ketika akan melakukan presentasi kewirausahaan, dan yang kedua ketika Kami akan
memasarkannya di CFD.
Uji coba pertama dilakukan di kost Riries. Kami membeli bahan-bahan untuk puding
diantaranya puding instan, gula pasir, susu full cream, biskuit Oreo, bubuk coklat, cup puding
berukuran 300 ml, dan stiker. Pada percobaan kali ini, Kami hanya membuat puding varian coklat.
Kami menghabiskan modal sebesar Rp. 75.000 tidak sebesar modal pembuatan nasi cokot. Dari
modal tersebut Kami dapat membuat 15 puding lapis kemasan 300 ml dan sepakat menjualnya
dengan harga Rp.7.000. Namun, pada percobaan pertama ini menurut Kami puding yang Kami
produksi harus dievaluasi kembali karena ada beberapa kesalahan dalam pembuatannya yang
3
menyebabkan rasa yang dihasilkan sedikit berbeda. Misalnya, Kami terlalu lama membiarkan
lapisan puding yang pertama mengeras. Karena kelalaian Kami tersebut menyebabkan rasa puding
menjadi tidak lembut. Dari kesalahan tersebut, Kami belajar untuk lebih memperhatikan dan fokus
pada pekerjaan yang Kami lakukan.
Eksekusi & Pemasaran Puding Lapis
Kami menggunakan dua strategi pemasaran, yaitu open PO dan menjualnya langsung
kepada konsumen di CFD. Setelah uji coba pertama berhasil, Kami memutuskan untuk mencoba
open PO di hari Rabu dan siap di hari Minggu. Kami memilih untuk ready hari Minggu bukan
tanpa alasan karena Kami juga akan menjualnya di CFD pada hari Minggu paginya.
Percobaan kedua ini dilakukan di kost Novi dengan tujuan agar Kami tidak kesusahan
ketika memasak puding mengingat sebelumnya ketika di kost Riries Kami harus naik turun tangga
dari kamar ke dapur untuk memasak. Kami mulai membuat puding pada Sabtu sore sekitar pukul
14:30. Pada percobaan kedua ini, Kami tidak terlalu menemukan kesulitan. Hanya saja karena
Kami membuat puding lapis maka Kami harus sabar dalam setiap prosesnya. Karena puding lapis
Kami memiliki 3 lapisan maka Kami harus sabar menunggu lapisan pertama sedikit mengeras agar
tidak tercampur dengan lapisan berikutnya. Dari modal Rp. 100.000. Kami menghasilkan 24 cup
puding. Kami memisahkan 10 pesanan puding pesanan dari open PO, dan sisanya akan Kami jual
di CFD.
Pada pukul 18.30 Kami selesai membuat puding, kemudian Kami membereskan semua
peralatan yang dipakai membuat puding. Kami membagi tugas dalam hal ini yaitu, Novi mengepel
lantai, Aisyah & Sekar mencuci peralatan yang dipakai, Meylana dan Riries menempel stiker dan
menutup kemasan puding. Setelah terdengar adzan Isya, Kami memutuskan untuk bergegas pulang
karena besok harus berjualan di CFD.
Keesokan paginya, Kami bangun kesiangan, hanya Riries yang bangun jam 5 dan bertanya
di grup, apakah jadi untuk berjualan di CFD. Awalnya Kami berencana berjualan di CFD Solo.
Namun karena takut terlalu siang jika Kami ke CFD Solo, akhirnya Kami memutuskan untuk
berjualan di CFD Kartasura. Setelah semua sepakat untuk berjualan di CFD Kartasura, Kami pun
4
bergegas siap-siap. Meylana yang sudah sampai terlebih dahulu melihat kondisi di CFD Kartasura,
apakah masih ramai pengunjung atau tidak. Ternyata masih ramai dan CFD Kartasura tutup pukul
09:00. Kami berangkat ke lokasi sekitar pukul 07:00 dengan membawa puding yang akan dijual
dan meja belajar Novi untuk menata jualan Kami.
Sesampainya di CFD, Kami pun bingung akan berjualan dimana. Kami berjalan terus
sampai Kami menemukan tempat yang menurut Kami cocok dijadikan tempat berjualan karena
tempat tersebut ramai dilewati pengunjung. Setelah menemukan tempat, Kami mulai menata
jualan Kami yang berjumlah 14 cup di atas meja belajar yang Kami bawa. Awalnya Kami sangat
malu untuk menawarkan produk Kami. Namun pada saat itu ada satu pengunjung yang membeli
puding Kami ketika Kami sedang menatanya. Dari situlah, Kami mencoba menawarkannya kepada
pengunjung-pengunjung lain.
Pepatah Arab mengatakan “Man Jadda Wajada” yang artinya: “Barangsiapaa yang
bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil”. Itulah yang Kami rasakan, setelah susah payah
menawarkannya, satu persatu puding Kami laku dijual. Kami mulai bersemangat menawarkannya
dan tidak ada rasa malu-malu lagi. Awalnya Kami mengira target market Kami adalah remaja dan
orang dewasa. Namun, dugaan Kami kurang tepat. Anak-anaklah yang paling banyak membeli
puding Kami. Kami berusaha memberikan pelayanan yang maksimal kepada pembeli dengan cara
menyapa, murah senyum, dan selalu mengucapkan terima kasih.
Tepat pukul 08:40 yaitu 20 menit sebelum acara CFD dibubarkan, puding Kami masih
tersisa beberapa cup lagi. Awalnya Kami memutuskan untuk pulang karena pengunjung sudah
tidak terlalu ramai seperti tadi. Namun, Sekar mencegah Kami dan Kami pun melanjutkan menjual
puding. Benar saja, beberapa menit sebelum CFD dibubarkan, pengunjung berdatangan kembali
dan membeli puding Kami sehingga hanya tersisa satu cup saja. Kami pun memutuskan untuk
pulang dan segera mengemasi barang dagangan yang Kami bawa. Tidak lupa Kami memberikan
satu cup puding tadi kepada tukang parkir.
Sebelum pulang, Kami memutuskan untuk mampir ke pedagang soto terlebih dahulu, tidak
lain tidak bukan tujuan Kami yaitu untuk mengganjal perut yang belum terisi sejak pagi. Sembari
menunggu pesanan Kami datang, Kami menghitung jumlah keseluruhan uang yang didapat hari
itu. Ternyata jumlah uang yang didapat dari 24 cup puding yang Kami jual seharga Rp.7.000
5
tersebut sebesar Rp.168.000 dengan modal awal senilai Rp. 100.000. Sehingga, Kami
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 68.000 dengan keuntungan yang di dapat dari per cup
puding sekitar Rp. 2.800.
Kami pun merasa bahagia dan bangga kepada diri sendiri. Akhirnya, kerja keras Kami
terbayar dengan habisnya puding yang Kami jual. Dari berwirausaha ini Kami belajar banyak hal.
Mulai dari kekompakkan tim yang menentukan berhasil atau tidaknya sebuah usaha, kerja keras
tidak kenal lelah, dan pelajaran untuk tidak menghambur-hamburkan uang, karena dari
berwirausaha ini, Kami merasakan sendiri betapa susahnya mencari uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar